Hysteria (Tulisanku)
Ayah kau telah berhasil
mengubahku sekarang derita adalah bahagiaku dan bahagiaku adalah derita.
Terimakasih untuk itu, kau benar selama hidup aku akan selalu mendapat cobaan
dan cobaan selalu mendatangkan derita. Kau selalu menyiksaku dengan tang yang
kau gunakan untuk mencabut gigiku, bor yang kau gunakan untuk melubangi
tubuhku, pisau yang kau sayatkan pada tubuhku, dan alat-alat menakjubkan
lainnya yang kau dedikasikan untukku.
Aku sangat
sayang padamu namun aku butuh derita yang lebih untuk bahagia. Alat-alatmu tak
lagi memberiku derita aku sudah terbiasa dengannya. Aku sangat sayang padamu
tapi aku lebih membutuhkan derita untuk bahagia maka dari itu aku membunuhmu sekarang
agar aku dapat derita. Ayah lihatlah ini air mata yang mengalir dimataku
kehilanganmu benar-benar membuat hatiku sakit. Oops! Maaf ayah aku lupa kau
tidak bisa melihat lagi aku menusuk kedua matamu dengan jariku, baiklah coba
kau rasakan air mataku dengan jari terakhirmu bukankah air mata ini begitu
indah. Aku akan memakanmu sebagai rasa terimakasihku kau akan hidup di dalam
diriku.
Sekarang
aku akan berpetualang mencari deritaku sendiri semoga kau menyaksikannya dengan
kedua mataku. Apa ini ayah? Dunia luar begitu berbeda dengan di dalam rumah tak
ada tang disini, tak ada bor disini, tak ada pisau disini bagaimana bisa aku
mendapatkan derita kalau begini. Apa yang harusku lakukan? Apa yang harusku
lakukan? Ooohhh... maafkan aku ayah aku lupa yang kau ajarkan. Bahkan jika tak
ada alat untuk membuatku menderita aku dapat melakukannya tanpa alat. Baiklah
aku akan mulai membenturkan kepalaku pada tiang itu walaupun tak sesakit saat
kehilanganmu hal itu cukup untuk membuatku menderita sampai aku menemukan
derita yang lebih menyakitkan dari kehilanganmu.
“Eh? Apa ini? Kenapa kalian
menghalangiku? Aku ingin membenturkan kepalaku ke tiang? Lepaskan! Lepaskan!
Aku butuh derita Lepaskan...!”
“Apa ini? kepalaku terasa sangat
sakit seperti di pukul dari belakang. Dimana aku? Kenapa aku di ikat? Lepaskan!
Lepaskan!”
“Hai kau sudah sadar?”
“Kau siapa tolong lepaskan aku,
aku butuh derita”
“Apa yang kau bicarakan? kenapa
kau butuh derita? Kau di rumah sakit jiwa sekarang dan aku sedang merawatmu.
Tadi kau di bawa oleh seseorang dalam keadaan pingsan”
“Apa yang kau lakukan? Jangan
rawat aku jangan rawat aku! Pergi sana! Pe... Pe...!”
“Dok! Dok! Tolong pasien ini
kejang-kejang”
Ada
apa ini ayah? Apakah tubuhku rusak? Mereka bergerak sendiri tanpa perintah dariku.
Jantungku berdetak cepat karena perawat itu menyentuh keningku dan semua jadi kacau.
Apakah ini yang di sebut bahagia? Aku sangat senang hal ini membuatku sangat
kesal. kenapa wanita itu malah merawatku dan merusak tubuhku?. Ayah ada seorang
laki-laki datang dari balik pintu dengan sebuah suntikan yang di peganya
sepertinya dia akan menyelamatkanku.
“Hei kau sudah bangun rupanya
tepat sekali sekarang saatnya kamu makan. Karena tanganmu masih terikat biar
aku suapin”
“Ada apa denganmu kenapa kau baik
padaku? Pergi sana yang aku butuh adalah derita”
“Ngomong apa sih kamu? Akukan
perawat ya sudah tugasku untuk merawat pasien sepertimu walaupun aku masih baru
tapi aku bakal berusaha buat ngerawat kamu”
“Tolong jangan rawat aku. kamu
buat aku bahagia aku gak mau kehilangan kendali tubuhku lagi. Tolong kamu pergi
dari sini”
“Kamu jujur banget sih.
Masasih aku bikin kamu bahagia? Nih Aaa...”
“Tolong jangan! aku gak mau makan, gini aja. tolong kamu pukul piring yang kamu pegang ke kepalaku sekeras
mungkin”
“Gak mungkin lah aku ngelakuin
itu kan udah aku bilang tugasku merawat kamu. Kamu harus makan biar bisa minum
obat”
“Tolong jangan rawat aku. Kalau
kamu gak bisa pukul piring itu ke kepalaku kamu pergi aja dari sini”
“kamu mau aku pergi tapi aku gak
mau pergi sampai kamu minum obat. Eeemmm... gini aja kamu makan dulu tiga suap
terus kamu minum obatnya abis itu aku pergi. Kalau gak gitu aku gak mau pergi
aku mau disini sampai kamu minum obat”
“Yaudah deh kalau gitu cepetan
aja”
Ayah
teorimu salah dalam hidup tidak selamanya derita yangku dapat. Perawat itu
selalu datang padaku tiga kali tiap harinya membuatku bahagia dan sedikit
kejang. Aku bahkan berkali-kali mengusirnya tapi dia selalu datang lagi dan
lagi. Aku selalu meminta derita kepadanya tapi dia tak pernah memberikannya
terakhir kali aku mencuri garpu dan menusukkannya ke tanganku itu membuatku
menderita karena sakit tapi itu hanya sesaat setelahnya bahagia yang ku dapat
malah lebih besar. Perawat itu tak henti-hentinya berada di sampingku ia selalu
menemaniku jika ada waktu hal itu membuatku bingung dan pikiranku menjadi
kacau.
Aku
sudah tak tahan lagi dengan perawat itu dia selalu membuatku bahagia aku akan
melakukan sesuatu padanya ketika aku sudah terlepas dari ikatan ini. Tunggu
dulu apa ini? Aku baru sadar kalau setiapkali dokter itu datang pipi perawat
itu memerah dan terasa sakit di bagian atas perutku dan sakit itu bertambah
ketika perawat itu bicara dengan dokter. Benar-benar rasa sakit yang sempurna
apa ini aku tak pernah merasakannya. Apakah ini yang di sebut cemburu? Kau
benar yah ternyata rasa cemburu memberikanku rasa sakit yang sempurna lebih
dari rasa sakit yang kau berikan. Aku punya ide aku akan menyatukan perawat itu
dengan dokter dengan begitu mungkin aku akan merasakan sakit yang sebenarnya.
Air
mataku tak henti-hentinya mengalir seluruh tubuhku terasa sakit. Aku bahagia!
Aku bahagia! Ini sangat sempurna. Hasil jerih payahku menyatukan perawat dan
dokter hingga mereka menikah benar-benar terbayar lunas. Rasa sakit ini tak
bisa di gambarkan dengan kata-kata tapi bisa di lihat dari air mataku yang
mengalir deras. Apakah kau merasakannya ayah? Aku benar-benar bahagia. Mungkin
ini adalah puncak dari rasa sakit, derita yang sempurna.
Salah!
ternyata aku salah total! derita yang sempurna bukanlah ketika perawat itu
menikah tapi ketika dia memiliki anak. Lihat itu ayah mereka membawa anak
perempuannya ke sini, lihat anak perempuan itu ia melambai ke arahku, Lihat itu
anak perempuannya memiliki mata yang sama dengan ayahnya. Lihat itu! Lihat itu!
Mereka sangat bahagia! Sakit sekali! Sakit sekallliii...! Ini terlalu sakit!
Ini terlalu bahagia! Aku tak tahan! Tolong hentikan! Tolong hentikan! Aku tak
tahan lagi! Aku harus mengakhirinya! Aku akan menyusulmu ayah.
By : Almando Qashmal Al-khairi
NB : Mungkin pembaca tidak paham keterkaitan antara judul dan isi cerita. Keterkaitannya
hysteria adalah nama penyakit jiwa yang di alami oleh tokoh utama dalam cerita.
hysteria adalah nama penyakit jiwa yang di alami oleh tokoh utama dalam cerita.
Post a Comment